Kala itu, sekitar empat revolusi bumi yang lalu masa pertama kali kau menginjak status baru. Masa yang dinantikan waktu masih SMA. Suka karena keinginan terwujud, haru karena bisa merasakan apa yang diimpikan banyak orang, bahagia karena salah satu impian terwujud, sedih karena mungkin akan meninggalkan saudara, teman, sahabat, keluarga yang terkasih, atau sosok yang sebelumnya selalu mengelilingi. Waktu itu, hati sesak menyimpan berbagai rasa.

Akhirnya, kau beranikan untuk mengangkat kaki dari tempat ternyaman di duniamu. Tekad yang bulat mengiringi tuk meraih sebuah asa. Deru motor, mobil, bis, gesekan antar lempeng besi, atau hiruk pikuk bandara menambah rasa dalam dada. Seolah, mengantar kepergianmu untuk andil dalam perbaikan bangsa.
Waktu itu, di ranah yang mungkin masih asing, harus secepat mungkin menyesuaikan dan mengimbangi kecepatan di sekeliling. Antara akan terinjak atau tetap berjalan walau lambat. Statusmu sudah berubah kawan, waktu itu, kau telah mengemban status itu, MAHASISWA.

Pagi buta, sebelum matahari terbit, kau relakan tidurmu untuk bersiap menuju kampus. Kampus hijau di sebelah kantor Bea Cukai. Udara dingin menusuk ditambah air dingin yang mengguyur tubuhmu, makin terasa menusuk hingga ke tulang. Kau bergegas dengan ransel hitam dan seragam khasnya, kemeja putih dan bawahan warna hitam. Melintasi jalanan yang masih sangat lengang. Namun, hati kecilmu berkata, “Saat ini, aku adalah salah satu harapan yang akan memperbaiki tatanan bangsa, di tanganku tergenggam harapan bapak, ibu, teman, dan bangsa untuk sebuah perubahan.

Teman, ingatlah, bahwa kalian cukup beruntung.

Waktu itu, pertama kali menginjakan kaki di kelas untuk mengikuti mata kuliah. Kau sapu pandangan seisi kelas. Asing, entah dari mana asalnya dan entah seperti apa mereka. Namun, meski tidak saling kenal, kau tidak mundur. Kau teruskan melangkah pada salah satu bangku di pojokan kelas. Bersiap  tuk menyantap menu yang kemudian mengisi hari-hari sekitar 4 revolusi bumi ke depan. Aku dan kamu hingga melebur menjadi kami. Jenuh, bosan, hambar, menjengkelkan yang menyelimuti, terkadang menumbuhkan niat untuk mengkhianati dua malaikatmu di rumah. Suka, duka, haru, canda, tawa, lara, bahkan dusta telah kau lalui. Kini menyisakan memori indah yang menggores kalbu. Semua akan indah tuk dikenang. Mungkin bukan almamater itu yang kau dambakan dulu. Namun, Tuhanmu tak pernah keliru teman.

Waktu demi waktu dengan cepat berlalu. Tak terasa sekitar 4 kali revolusi bumi telah usai. Kemarin betapa campur aduk rasa yang mengisi relung. Mata yang setia memandang layar 12 inchi demi menyelesaikan tugas terakhir di dunia perkuliahanmu. Malam semakin syahdu membersamai kopi hitam sebagai amunisi kedua manikmu. Tak terasa kini sudahlah berakhir dan memperoleh hasil yang baik. Hari ini, menjadi salah satu hari yang bersejarah di usia kepala 2. Perjuanganmu selama 4 revolusi bumi membuahkan hasil. Inilah hasilnya. Bukan hanya sekedar gelar dan secarik ijazah, namun makna tersirat yang tak bisa kau coret di lembaran putih. Makna yang menggores dalam kalbu.
Peganglah dadamu! Rasakan detak yang mengisi di sana. Tidak seperti pada hari yang lain. Berbanggalah! Kau masih tegak menatap ke depan. Rasa sesak mengisi kalbu, mengaduk berbagai rasa yang kini menyelimuti. 

Mungkin, ini kondisi yang tidak diimpikan. Di mana kau merayakan kelulusan di rumah saja. Padahal, dulu kau impikan mengenakan toga yang diiringi sanak saudara berdiri di kampus. Sudah tertata rapi dalam benak seperti apa kau akan merayakan kelulusanmu. Tapi maaf, Tuhan menginginkan lain. Dikau cukup di rumah, bersama mereka yang terkasih di rumah. Teman, bukan seperti apa kau merayakannya, namun lebih dalam dari itu. Bagaimana kau menggunakannya suatu saat nanti.
Mulai detik ini, ilmu yang kau dapatkan, akan kau pertanggungjawabkan kepada orang tua, agama, almamater dan negeri tercinta.

Selamat Wisuda…

Dari susunan tulang, kulit, dan sedikit (diragukan) daging yang mempunyai nyawa, akal dan pikiran, kalbu serta nafsu.