Terjun di dunia pendidikan merupakan pekerjaan yang tidak selalu mudah. Adakalanya peka terhadap kondisi sekitar harus benar-benar diasah. Hal ini sama halnya dengan guru dan seluruh elemen di sekolah sebagai ujung  tombak pendidikan di Indonesia. Sekolah menjadi penentu keberhasilan program yang diusung pemerintah atau kementerian. Namun kembali lagi, sebagai manusai Indonesia, yang kaya akan kebhinekaan, sepantasnya memberikan identitas akan keindonesiaan lebih baik dilakukan sedini mungkin. Bangku sekolah menjadi tempat yang cocok untuk itu.

Di sekolah yang menjadi tempat PPL saya, setidaknya menjadi agen pembawa benih-benih kebhinekaan. Sekolah menerima berbagai murid dari berbagai latar belakang keluarga. Yang mana kepercayaan dan budaya yang dibentuk pun beragam. Dari sanalah terbitlah keberanekaragaman budaya yang ada di sekolah. Iklim yang ada merupakan campuran dari budaya-budaya keluarga maupun daerah dan agama tertentu. Namun sebagai wadah untuk belajar, sekolah tidak menepis perbedaan tersebut. Adanya perbedaan tersebut menjadi penguat untuk saling berkolaborasi dalam membentuk sekolah yang ramah untuk semua.  Antar unsur dan individu bahu membahu memberikan ruang bagi semua untuk mengembangkan bakat dan minat di sekolah.

Di sana ada beberapa murid dengan agama yang berbeda. Tidak hanya berisi orang Islam namun ada juga yang lain meski Islam menjadi mayoritas. Etnis mereka juga tidak sama. Begitu pula dengan latar belakang keluarga dan lingkungan. Jika diulik banyak sekali perbedaan yang ada di sekolah tersebut.

Dalam proses pembelajaran, perbedaan itu tidak menjadi penghalang. Di dalam kelas, meskipun ada perbedaan agama dan etnis, kesemuanya diberi ruang untuk berdoa dalam memulai pembelajaran sesuai dengan kepercayaannya. Meskipun menjadi mayoritas, Islam tidak serta merta membunyikan doanya. Semuanya dilakukan secara pelan atau di dalam hati seraya menundukkan kepala. Proses pembelajaran tidak terganggu dengan adanya perbedaan tersebut. Sama halnya dengan ibadah lainnya. Full day school menjadikan ada waktu ibadah yang dilewati di sekolah. Ketika tiba waktunya beribadah, murid berbondong-bondong menuju ke masjid bagi muris Islam sedangkan yang nasrani menuju tempat tersendiri untuk berdoa. Antar satu sama lain saling menghormati dan tidak ada ejek-ejekan yang menimbulkan kericuhan. Kerukunan terjalin di antara murid. Adanya perbedaan bukan menjadi pemecah namun menjadi penguat akan kepercayaan masing-masing.

Selain itu, dengan budaya yang di bawa dari rumah masing-masing disatukan menjadi budaya positif di sekolah. Mulai dengan mengikuti senyum sapa salam di pagi hari, piket, saling menjaga kebersihan, berbagi, dan budaya sekolah lain menepis perbedaan yang ada. Mereka memiliki identitas yang sama yakni murid dari sekolah tersebut atau keluarga besar sekolah tersebut.

Dengan adanya perbedaan, antar murid saling menghargai satu sama lain. Mereka bersama-sama membangun iklim yang ramah untuk semua. Saling menghormati dan tidak saling menjerumuskan menjadi kunci terbentuk lingkungan yang ramah untuk murid. Kebhinekatunggalikaan yang ada di sekolah tersebut dapat terlihat dari budaya yang ada di sekolah. Ini menjadi salah satu gambaran sebagai identitas manusia Indonesia.

Di sisi lain, Pancasila juga menjadi dasar manusia Indonesia dalam menjalankan hidupnya. Sebagai bagian dari Indonesia, murid juga sudah memiliki kewajiban untuk turut serta Dalam perwujudan Pancasila dalam sekolah. Apalagi, Pancasila menjadi pelajaran yang selalu ada di setiap jenjang. Mestinya Pancasila bukan sebagai pengetahuan saja namun melekat pada diri murid yang tercermin dari tingkah laku mereka.

Di sekolah, nilai-nilai Pancasila tercermin dari budaya dan interaksi yang ada. Dari kelima sila yang ada, kesemuanya saling membangun dalam terciptanya lingkungan belajar yang kondusif dan ramah. Kelimanya yakni:

Pertama, ketuhanan yang maha esa. Dari sila ini, sekolah memberi kebebasan akan hak setiap murid untuk memeluk agama sesuai hati nuraninya. Tidak ada paksaan untuk hal tersebut. Setiap murid diberi ruang untuk melakukan ibadah yang diyakininya. Antar murid saling menghargai dan menghormati meskipun ada perbedaan di antara mereka. Waktu dan ruang juga diberikan untuk mereka beribadah. Masing-masing dapat melaksanakan ibadah di sekolah.

Kedua, kemanusiaan yang adil dan beradab. Sekolah, sebagai tempat menempa murid, tidak hanya mengedepankan angka saja tapi juga kualitas murid secara tingkah laku. Di sekolah murid diarahkan dan dibimbing untuk menjadi manusia yang bermasyarakat dengan sebaik mungkin. Murid, dibimbing untuk saling merasakan apa yang dirasakan antar sesama. Hal ini diperuntukkan agar murid bisa memanusiakan murid yang lain. Dengannya, sekolah ikut serta dalam memberikan keadilan sebagai pendidikan melalui tingkah sehingga dapat terbentuk murid yang beradab.

Ketiga, persatuan Indonesia. Sebagai kumpulan dari banyak murid, sekolah membangun iklim yang mempersatukan mereka dalam atap pendidikan. Tidak ada hal yang pantas menjadi pemecah sebab mereka datang dengan tujuan yang sama. Satu sama lain bersatu sehingga memperkokoh nilai-nilai yang diangkat oleh sekolah. Dari sinilah sila ini tercermin.

Keempat, kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan. Sekolah yang memiliki banyak murid, dalam praktiknya menggunakan sila ini untuk pemilihan ketua osis dan ketua lain dalam organisasi atau kelas. Selain itu, ada forum tersendiri yang memanggil murid dan guru untuk membuat kesepakatan aturan dan tata tertib sekolah. Pengambilan keputusan juga dengan dasar untuk kepentingan bersama dan tidak memihak satu pihak saja. Semua diambil atas kesepakatan.

Kelima, keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam praktik di sekolah, yang mana menjadi gambaran kecil dari Indonesia, setiap warga sekolah memiliki kewajiban dan hak yang sama. Tidak ada pembeda baik dari kedudukan dan strata sosial mereka. Semua akan mendapat imbas dari apa yang diperbuat baik itu dalam hal yang baik maupun yang buruk. Semua diperlakukan adil tanpa memandang status tertentu.

Di sekolah, sebenarnya menjadi tempat untuk menempa murid untuk mengenal Indonesia lebih dalam yang mana keberagaman terdapat di berbagai sisi. Dengan itu, makin terasa kental identitas manusia Indonesia yang memang real ada di lingkungan.

Irna Maifatur R