mural dalam rangka HUT sebagai tempat untuk mewujudkan P3 dan 4C


Hidup di era kini, mau tidak mau harus mengikuti arus agar tidak tertinggal. Saya ambil  dari filosofi dari Sunan Kalijaga, ngeli ananging ora keli. Ini senada dengan apa yang sebaiknya diterapkan dalam pendidikan era kini yang semakin deras arus informasi dari segala arah. Hal ini, membawa pendidikan harus memutar akal agar apa yang diterima dan tertanam dalam diri peserta didik masih sesuai dengan jiwa bangsa ini, yakni Pancasila.

Pancasila di Indonesia menjadi identitas yang membedakan dari negara lainnya. Dalam pelaksanaannya, Indonesia tidak bisa menyingkirkan perbedaan yang sudah ada sebelum negara ini terbentuk. Sehingga keragaman yang ada merupakan pembangun dari negara tersebut. Darinya Pancasila menjadi entitas yang mana menjadi bentuk perwujudan nilai Pancasila dalam fisik interaksi yang terjadi antar elemen, warga, dan pemimpin yang ada di dalamnya. Ide-ide yang tercipta juga dilandasi atas keragaman yang ada.

Namun, era kini yang mana gempuran informasi datang dari segala arah, penanaman Pancasila dalam pendidikan mengalami tantangan tersendiri. Hal ini tidak bisa dipungkiri karena arus informasi tidak bisa dibatasi sebab kebebasan dan kemudahan teknologi informasi yang saat ini sudah berada di antara kita.

Budaya asing yang mudah diakses dan ditiru peserta didik. Kemudahan yang dialami era kini membawa dampak positif dan negative. Positifnya, setiap orang bisa mengakses informasi dari belahan dunia manapun. Namun, dengan kemudahan itu, budaya asing juga dengan mudahnya masuk ke Indonesia. Hal ini menarik perhatian anak-anak yang tak lain peserta didik. Realitanya, peserta didik lebih hafal dan paham budaya luar daripada budaya asli Indonesia. Hal ini tidak bisa dibiarkan begitu saja.

Peran orang tua yang belum maksimal. Kemudahan teknologi, membuat setiap individu mudah disibukkan dengan gadget masing-masing. Tak ubahnya orang tua dan anak. Ada yang orang tuanya dan anaknya masing sibuk dengan gadget, ada pula yang orang tuanya belum melek teknologi. Kondisi tersebut bisa menjadi penghalang orang tua dalam memberikan peran penuh sebagai pendidik di rumah. Pengaruh gadget menjadi lebih banyak dan intens dari peran orang tua secara langsung. Hal ini tidak menutup kemungkinan ada sekat atau gap di antara keduanya.

Pergaulan peserta didik. Pergaulan peserta didik saat ini sangat riskan. Peserta didik bisa terlibat dalam pergaulan manapun sebab kemudahan teknologi dan akses internet. Tidak hanya dengan lingkungan fisik saja, namun dunia maya bisa menjadi pergaulan mereka saat ini. Dengan itu, perilaku dan sikapnya bisa saja mencontoh dari pergaulan yang digeluti kini.

Oleh karena itu, diusungnya profil pelajar Pancasila dan keterampilan abad 21 sangat mendukung dalam mengatasi tantangan yang ada. Melalui 6 karakter yang ditanam dan keterampilan 4C, peserta didik meskipun memiliki kemudahan akses teknologi informasi, juga dibekali dengan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia yang tak lupa juga dengan keterampilan yang dituntut oleh abad 21 ini. Peserta diarahkan untuk bertakwa dan beriman kepada Tuhan Yang Maha Esa dalam segala kegiatannya. Hal ini menjadi pondasi dari kegiatan yang dilakukan agar tidak keluar dari norma dan moral sebagai makhluk beragama. Dengan keragaman yang dimiliki Indonesia, berkebhinekaan global juga menjadi sarana untuk membentuk peserta didik yang saling toleran dalam menghadapi perbedaan yang hadir di antara mereka. Gotong royong juga menjadi nafas bangsa ini, yang mana hal ini pula yang selalu muncul di tiap fenomena dan kegiatan yang dilakukan di Indonesia. Meskipun dengan gotong royong, peserta didik juga berlatih mandiri yang mana tidak memiliki ketergantungan pada orang tua. Artinya, peserta didik dilatih untuk mengusahakan sendiri dengan gotong royong antar sesama. Untuk menghadapi keberagaman peserta didik diarahkan untuk bernalar kritis sehingga bisa mengambil langkah yang baik efisien dalam menyelesaikan masalah. Bernalar kritis juga nantinya bermuara pada sikap kreatif.

Kesemuanya sudah tercover dalam profil pelajar Pancasila. Hal ini dikuatkan dengan keterampilan abad 21 yakni 4C (creative thinking, critical thinking and problem solving, communication, dan collaboration). Hal ini selaras dengan karakter yang diusung oleh profil pelajar Pancasila. Yang mana untuk mempertahankan kearifan lokal dan nilai luhur bangsa Indonesia, perlu 4 keterampilan tersebut. Kreatif, peserta didik harus kreatif untuk memecahkan masalah. Karena adanya perbedaan di antara peserta didik, kolaborasi mestinya dilakukan untuk menghasilkan suatu yang kreatif. Dalam berkolaborasi juga perlu komunikasi agar apa yang ingin direalisasikan bisa dipadukan. Dari masukan yang ada, peserta didik harus kritis dan memecahkan masalah yang paling efektif dan efisien.

Di SMP Negeri 2 Purwokerto, keterampilan abad 21 dan profil pelajar Pancasila sudah tercermin dari gelar karya dan lomba mural dalam peringatan HUT. Dari sana, peserta didik harus berkolaborasi untuk menciptakan gambar yang disepakati. Serta harus berkolaborasi antar kemampuan satu dengan kemampuan lainnya. Tangan kreatif juga perlu untuk memvisualisasikan ide atau gagasan yang telah dikumpulkan. Pastinya komunikasi terjalin dengan baik sehingga bisa menciptakan gambar dan terselesaikan sesuai dengan waktu yang telah ditentukan.

Berikut beberapa hal yang ada di sekolah sebagai perwujudan dari profil pelajar Pancasila:

Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa. Dalam perwujudannya, di sekolah dimensi ini tercermin dari sikap-sikap yang mengingatkan pada Tuhan. Di antaranya yaitu:

1.     Berdoa sebelum dan sesudah melakukan pembelajaran.

2.     Menjawab atau memberi salam kepada guru.

3.     Melakukan ibadah sesuai kepercayaannya.

4.     Budaya 5S (senyum, salam, sapa, sopan, santun)

5.     Menghormati perbedaan kepercayaan

Mandiri, di sekolah perwujudan sikap ini ada pada beberapa kegiatan. Di antaranya adalah:

1.     Peserta didik memcari sumber belajar lain dalam pembelajaran untuk memperkaya pengetahuannya.

2.     Peserta didik mendapatkan tugas individu

3.     Peserta didik diberikan tugas untuk membersihkan kelas masing-masing

Bergotong royong, peserta didik diasah dengan beberapa kegiatan berikut:

1.     Adanya tugas kelompok

2.     Proyek pelajar Pancasila menuntun peserta didik untuk bergotong royong

3.     Kegiatan kebersihan kelas membawa iklim yang mendorong untuk bergotong royong

4.     Serta ketika ada kegiatan tahunan seperti class meeting, HUT, dan lain-lain.

Berkebhinekaan global, pada dimensi ini peserta didik dapat dilihat dari beberapa kegiatan berikut:

1.     Kegiatan pengenalan budaya nasional dan lokal pada kreasi HUT dan 17 Agustus.

2.     Pembelajaran yang terintegrasi dengan CRT.

3.     Kegiatan pembelajaran yang tidak memandang suku, ras, budaya, dan latar belakang peserta didik.

Bernalar kritis, untuk dimensi ini peserta didik dilatih melalui pembelajaran yang menyesuaikan zaman yakni abad 21. Keterampilan yang diharuskan di abad ini menggiring peserta didik untuk berpikir kritis. Peserta didik dihadapkan dengan masalah riil yang ada di sekitar mereka untuk dipecahkan dan didapatkan solusi terbaik menurut mereka. Selain itu, model pembelajaran Problem Based Learning (PBL) yang diusung untuk model tiap pembelajaran juga mengarah pada keterampilan berpikir kritis. Di sisi lain, model PBL tidak hanya mengangkat berpikir kritis saja, namun juga berkolaborasi, berkomunikasi, berkelompok, berdiskusi, bergotong royong, dan kreatif.

Kreatif, di dimensi ini peserta didik dibawa pada beberapa kegiatan yang mana mereka menghasilkan suatu karya. Mereka dibimbing untuk membuat produk tertentu yang diintegrasikan dengan materi pembelajaran yang sedang dilewati. Selain itu, kegiatan sekolah seperti HUT, dan lomba lainnya juga mengarahkan peserta didik untuk kreatif.

Profil pelajar Pancasila harus diteguhkan untuk membentuk peserta didik yang cerdas serta memiliki pondasi kuat akan kebangsaannya yakni Indonesia. Namun tidak pula melupakan zaman yang mereka hadapi. Dengan keterampilan abad 21, peserta didik diarahkan untuk melek teknologi sebagai penunjang mereka dalam belajar. Kreativitas mereka bisa diasah melalui teknologi dan penggunaannya.

Aksi Nyata Topik 4
Filosofi Pendidikan Indonesia
Irna Maifatur Rohmah
2301660212